Thursday, March 20, 2014

Cerita tentang bagaimana kami menemukan nenek & baiti



Banyak diantara kalian yang bertanya, bagaimana caranya kami bisa bertemu dengan nenek dan si baiti..
berikut foto - foto kami pada saat kami melakukan kegiatan untuk membantu korban banjir di Desa Buni Bakti, Babelan Bekasi.

Musibah banjir yang melanda Jakarta pada bulan Januari 2014 menggerakan kerinduan kami Komunitas Gerakan Anak Panah untuk membantu para korban di wilayah sekitar Kelapa Gading. Sebagai tindak lanjut,  kami mengumpulkan dana dan menginformasikan proyek untuk membantu korban banjir ke sejumlah rekan kami untuk turut serta dalam kegiatan ini. Dari dana yang sudah terkumpul akhirnya kami realisasikan dalam bentuk bahan makanan, pakaian pantas pakai, selimut,dll.

Sabtu, 25 Januari 2014 kami mendatangi kawasan pengungsian korban banjir di sekitar Kelapa Gading, namun kawasan pengungsian tersebut sudah ditutup. Akhirnya melalui HOME (House of Mercy), salah satu rumah belajar di kawasan Cilincing, kami mendapatkan referensi mengenai kawasan yang masih terendam banjir dan jarang mendapatkan bantuan, yaitu di Desa Buni Bakti, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi.



Tiba di Desa Buni Bakti, kami memberikan bantuan kami yang sudah terkumpul. Penduduk setempat cukup antusias, karena sudah hampir sebulan banjir merendam mata pencaharian warga, seperti area persawahan, peternakan, tambak, dan sejumlah area mengalami amblas karena kondisi struktur tanah yang kurang baik.

Seperti  ini kondisi tenda pengungsian mereka
Isi Tenda mereka
 Mereka meninggalkan rumahnya dan membangun gubuk di pinggir jalan raya agar terluput dari bencana banjir. Balita dan anak-anak kecil tidur tanpa selimut dan banyak diantara mereka yang mengalami sakit seperti muntah-muntah, sakit kepala,dll. Pada kesempatan ini, kami membagikan pakaian layak pakai, makanan, selimut dan nasi bungkus.








Jalan sebelum masuk rumah nenek
Lalu, tibalah kami di tempat nenek, di desa ini nama nenek dan Baiti sudah cukup banyak diketahui penduduk desa. dan dengan bantuan HOME (House of Mercy) kami ditunjukkan jalan kerumah nenek ini.





 Berikut kami lampirkan foto-foto pada saat kami membagikan paket ke rumah-rumah warga.


Keadaan depan rumah nenek pada saat banjir





Tim membagi paket ke rumah warga

Kedatangan kami di Desa Buni Bakti mengantarkan kami pada sebuah rumah mungil berukuran 8,5m x 4m, yang sangat tidak layak untuk dihuni manusia. 

Tidak ada perabotan di dalamnya, hanya dipan yang terbuat dari bambu, banjir lumpur, dan bau kotoran ayam yang menyergap begitu kami sampai ke dalam rumah.


 Di dalam rumah tersebut hiduplah seorang anak gadis berusia 24tahun, Baiti namanya, yang mengalami disorder mental, yang diasuh oleh neneknya yang buta. Baiti tidur di atas dipan dengan rendaman banjir selutut orang dewasa di dalam rumahnya, dengan ayam-ayam bertenggeran. 

Keterbatasan mental Baiti dan kondisi fisik sang nenek yang rabun karena katarak  tersebut menghambat mereka untuk bisa bekerja menghasilkan uang. Sehingga keluarga kecil ini hidup atas belas kasihan tetangga di sekitarnya.

Melalui Easter Shelter Project " Lantai untuk Baiti " ini kami kembali tergerak untuk menjadi saluran berkat bagi keluarga kecil tersebut, dengan upaya pengadaan tempat tinggal yang lebih layak agar keluarga kecil ini merasakan bahwa kasih Tuhan ada atas kehidupan mereka. 

Kami mengajak kita semua untuk turut memberi dukungan buat keluarga ini agar mereka bisa hidup di dalam sebuah rumah yang pantas untuk dihuni manusia.






Site Visit 07-03-2014



Hello,

Pada post kali ini, GAP akan menginformasikan tentang site visit kami minggu kemarin, tepatnya tanggal 07 Maret 2014.

Keadaan nenek & baiti masih tetap sama, waktu kita kunjungi mereka sedang tidur bersama ayam-ayam yang "nangkring" di rumahnya. Belum lagi yang  di samping tempat bobonya. :(
Pupnya juga disembarang tempat,
ya iyalah ya.. masa ayam ngerti mau pup dimana. :p






karena nenek & baiti dirumahnya tidak ada wc, kami bertanya dimana mereka melakukan aktivitas mandi, cuci dan kakus..

si nenek bilang di depan, sumur yang dibangun oleh kepala dusun setempat.
mau liat penampakannya?

di samping ini  ---->  foto "Bentuk" dari tempat mck mereka..
ga ada penutup apa2, ga ada sabun, ga ada sikat gigi, apalagi shampoo..
liat juga warna air di sumur yang mereka pakai untuk mandi,
kami tertegun, melihat keadaan mereka.
di tengah gembar-gembor pencalonan presiden, di desa ini sangat membutuhkan pertolongan kita untuk "memanusiakan" keadaan mereka.




Rencananya, apabila uang terkumpul sesuai dengan ekspektasi yang kami "cita-citakan", kami akan membangun sebuah rumah yang layak dihuni, yang memiliki dapur dan wc yang bisa mereka gunakan. atau paling tidak bisa membangun lantai saja dari rumah ini supaya ketika banjir datang, mereka tidak hidup dan menghuni rumah dengan lantai lumpur..



Kami bercita-cita, agar rumah nenek dan baiti bisa menjadi "hadiah" terbaik yang kami wujudkan dari pertolongan tangan para donatur.
seperti ini kira-kira :

Kebahagiaan mereka adalah kebahagiaan kami,
kami sangat membutuhkan dukungan kalian untuk bisa merealisasikan apa yang kami cita-citakan.
ya, kami bercita-cita untuk membuat mereka bahagia.

sampai ketemu lagi di posting berikutnya..
^.^

 

Tuesday, March 11, 2014

Easter Shelter Project

Apa rasanya hidup di bawah rangka kayu reyot berukuran 4.5 x 8 meter, beralaskan tanah yang berubah menjadi lumpur saat hujan tiba, ditemani beberapa ekor ayam yang bebas membuang kotoran seenaknya dan hampir tidak ada hari untuk membersihkannya?
Membersihkan? Apa yang perlu dibersihkan? Perabotan pun hanya ada dipan tempat tidur dan kompor kayu bakar yang telah usang. Ya memang ada beberapa ayam, tapi mereka tidak ada kandang. Mereka bebas berkeliaran karena ini pula rumah mereka.

Beberapa orang mengatakan ini lebih cocok disebut kandang. Bagi seorang nenek buta dan cucunya yang mengalami mental disorder, ini adalah rumah mereka. Istana mereka.



Bermula pada musibah banjir yang melanda Jakarta pada Januari 2014 lalu, kami tergerak untuk turun tangan membantu pada korban banjir di daerah kami Kelapa Gading. Namun seiring dengan waktu, bantuan sudah mulai membludak yang dapat diberikan untuk warga sekitar Kelapa Gading. Berkat koneksi dari rekan dari HOME (House of Mercy), sebuah yayasan sosial rumah belajar bagi mereka yang tidak mampu di daerah Cilincing, bantuan tersebut kami salurkan bersama ke daerah kumuh Jakarta. Kami dibawa pada sebuah lokasi terpencil yaitu Desa Buni Bakti, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi. Di tempat inilah rasa kemanusiaan kami kembali mencuat dan disinilah segala cerita perjuangan yang tidak berbasis diri sendiri dimulai

Baiti adalah seorang remaja wanita berumur 24 tahun yang ditengarai menderita mental disorder karena stress yang berkepanjangan. Ia sekarang hanya ditemani oleh neneknya yang buta di sebuah rumah kecil yang tak layak huni. Orangtuanya meninggalkannya karena bercerai. Telah bertahun-tahun Baiti hidup bersama neneknya yang juga sulit untuk mengurus dirinya sendiri.

Menurut kesaksian neneknya, Baiti dulunya adalah seorang anak periang yang tak ubahnya dengan anak-anak seusianya. Namun karena keinginannya untuk sekolah tak mampu direalisasikan, Baiti memilih untuk diam dan tidak mau berbicara kepada siapapun lagi. Selama bertahun-tahun mengalami stress berkelanjutan, Baiti menjadi seorang yang berbeda karena tatapan matanya kosong dan tidak mampu lagi bersosialisasi dengan siapapun, termasuk neneknya. Kondisinya amat memprihatinkan karena sepertinya tidak lagi sadar dengan apapun yang terjadi di sekelilingnya.

Baiti
Ya, disinilah sebuah cerita dimulai. Keresahan hati kami terhadap hidup mereka sepertinya bukan sesuatu yang mudah dihilangkan. Kami tidak mengenal mereka sebelumnya. Kami bukan yayasan yang secara berkala mencari target untuk diberi bantuan.

Kami hanya anak-anak muda biasa yang diberi visi luar biasa.

Sebuah rumah layak huni bagi keluarga kecil ini menjadi ketetapan langkah kami selanjutnya. Kami tidak pernah membangun rumah sebelumnya. Tak pernah terbayang juga sebelumnya menjadi arsitek dadakan untuk mengukur senti demi senti sudut rumah agar dapat dibangun sesuai dengan harapan.

Kami memulai dengan apa yang kami punya dan apa yang kami bisa. Kami tau proyek ini tak akan selesai jika kami sendirian. Kami butuh orang-orang lain yang juga mau turun tangan untuk turut serta membantu. Anda bisa mulai dari apa yang Anda bisa, dari apa yang Anda punya.

Kami tak bisa sendirian. Kami butuh Anda untuk merealisasikan proyek yang keuntungannya tidak kita rasakan bersama. Tapi jelas kita tahu kebergunaannya dirasakan sebuah keluarga kecil yang hidupnya berpotensi untuk bahagia.

Ya, bahagia...
“We can’t help everyone, but everyone can help someone” – Ronald Reagan